Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.28 Tahun
2010 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah/Madrasah menguraikan
syarat-syarat dan tahapan yang harus dilalui seorang guru untuk dapat diberi
tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah. Proses penyiapan calon kepala
sekolah/madrasah meliputi rekrutmen serta pendidikan dan pelatihan calon kepala
sekolah/madrasah.
Secara garis besar proses diklat melibatkan banyak
pihak dan membutuhkan banyak sarana pendukung, selain itu, proses diklat
mencakup beberapa kegiatan pendukung yang sangat teknis dan membutuhkan
petunjuk yang lugas dan tidak ambigu, serta format-format yang harus diisi oleh
pelaksana di lapangan. Proses
penyiapan calon kepala sekolah/ madrasah meliputi rekrutmen
serta Pendidikan dan pelatihan calon
kepala sekolah/madrasah. Diklat calon kepala sekolah
harus mampu menjamin adanya peningkatan pada lima dimensi kompetensi kepala sekolah, yaitu:
a.
Kompetensi kepribadian,
b.
Kompetensi Manajerial,
c.
Kompetensi kewirausahaan,
d.
Kompetensi supervisi,
e.
Kompetensi sosial
Kepala sekolah/madrasah
memiliki peran strategis dalam peningkatan mutu, relevansi dan daya saing
pendidikan. Kepala sekolah/madrasah juga memiliki peran penting dalam upaya
membentuk insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif melalui kesungguhan dan
kreativitasnya dalam mengelola sekolah yang menjadi tanggung jawabnya. Sebagai
konsekuensinya, kepala sekolah/madrasah harus merupakan orang-orang yang
terpilih dari sisi kualifikasi maupun kompetensinya sebagaimana yang dimaksud oleh
Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007.
Berpijak pada kondisi
di atas, Pemerintah melalui Permendiknas Nomor 28 Tahun 2010 telah mengatur
pola seleksi calon kepala sekolah melaui proses rekrutmen serta pendidikan dan
pelatihan calon kepala sekolah/madrasah. Sebagai proses pemberian pengalaman
teoretik dan praktik kepada calon kepala sekolah/madrasah yang telah lulus
tahap rekrutmen, Pasal 7 ayat (2) Permendiknas Nomor 28 telah mengatur porsi
waktu untuk melaksanakan pendidikan dan pelatihan, yakni tatap muka selama
minimal 100 jam, dan praktik pengalaman lapangan dalam kurun waktu minimal
selama 3 bulan. Selanjutnya, ayat (5) menyatakan bahwa kegiatan pendidikan dan
pelatihan diakhiri dengan penilaian untuk mengetahui pencapaian kompetensi
calon kepala sekolah/madrasah.
Pasal 7 ayat (2) dan
(5) di atas telah mengatur jenis kegiatan yang harus dilakukan dan porsi waktu
minimal untuk mendapatkan calon kepala sekolah/madrasah yang kompeten. Namun,
bagaimana kegiatan itu dikemas sehingga bisa dilaksanakan dengan prosedur yang
sama belum diatur dalam Permendiknas tersebut.
Diklat calon kepala
sekolah/madrasah dikemas dalam 3 tahap dengan model “In-Service Learning 1 —
On-the Job Learning — In-Service Learning 2”. In-Service Learning 1 (IN-1)
yaitu pembelajaran melalui kegiatan tatap muka. On-the Job Learning (OJL)
adalah pembelajaran di lapangan dalam situasi pekerjaan yang nyata. Sedangkan
In-Service Learning 2 (IN-2) adalah kegiatan tatap muka untuk mempresentasikan
dan merefleksikan hasil On-the Job Learning. Model ini dirancang untuk
memberikan pengalaman belajar yang terpadu antara aspek pengetahuan kognitif
dan pengalaman empirik.
Hal ini sesuai dengan
karakteristik peserta diklat sebagai adult learner.
Kegiatan In-Service Learning 1 berupa tatap muka antara peserta diklat dengan nara sumber dan atau fasilitator. Kegiatan ini diselenggarakan dalam durasi minimal 70 (tujuh puluh) jam pelajaran @ 45 menit. Materi diklat mencakup materi umum, nmateri inti dan materi penunjang. Pada akhir kegiatan In-Service Learning 1 saya menyusun rencana tindakan yang akan diimplementasikan pada saat On-the-Job Learning. Penyusunan rencana tindakan berdasarkan hasil analisis EDS sekolah masing-masing dan hasil analisis evaluasi diri yang dicerminkan pada hasil AKPK.
Kegiatan In-Service Learning 1 berupa tatap muka antara peserta diklat dengan nara sumber dan atau fasilitator. Kegiatan ini diselenggarakan dalam durasi minimal 70 (tujuh puluh) jam pelajaran @ 45 menit. Materi diklat mencakup materi umum, nmateri inti dan materi penunjang. Pada akhir kegiatan In-Service Learning 1 saya menyusun rencana tindakan yang akan diimplementasikan pada saat On-the-Job Learning. Penyusunan rencana tindakan berdasarkan hasil analisis EDS sekolah masing-masing dan hasil analisis evaluasi diri yang dicerminkan pada hasil AKPK.
Tahap kedua adalah
On-the-Job Learning, yakni pelaksanaan rencana tindakan yang telah disusun pada
saat In Service Learning 1. OJL dilaksanakan melalui berbagai kegiatan nyata di
dua tempat: sekolah sendiri dan sekolah lain yang jenjangnya lebih tinggi atau
sama selama 3 (tiga) bulan atau setara dengan 200 jam pelajaran, dengan
ketentuan sebagai berikut :
a.
Kegiatan
OJL di sekolah tempat saya bertugas
dilakukan selama 150 (seratus lima puluh)
jam pelajaran.
b.
Kegiatan
OJL di sekolah lain dilakukan minimal 50 (lima puluh) jam pelajaran.
c.
Dalam
melaksanakan kegiatan OJL di sekolah tempat saya
bertugas maupun di sekolah lain yang saya
tetap menjalankan tugasnya sebagai guru.
d.
Dalam
kegiatan OJL peserta diklat calon kepala sekolah/madrasah mengimplementasikan
materi-materi pelatihan yang diperoleh dalam kegiatan In-Service Learning 1,
yang dituangkan dalam rencana tindakan.
e.
Pada
akhir kegiatan OJL saya diharuskan mengumpulkan
sejumlah tagihan.
Tahap ke tiga,
In-Service Learning 2, dilaksanakan dalam durasi 30 (tiga puluh) jam pelajaran.
Dalam kegiatan ini dilakukan penilaian terhadap portofolio calon kepala
sekolah/madrasah. Portofolio adalah sejumlah tagihan terhadap pelaksanaan OJL
yang dikumpulkan oleh calon kepala sekolah/madrasah dalam satu folder. Penilaian
juga dilakukan melalui presentasi hasil OJL dan refleksi terhadap pelaksanaan
kegiatan tersebut dalam konteks peningkatan kompetensi calon kepala
sekolah/madrasah.
Dari uraian diatas
maka kondisi nyata yang ada pada diri saya selaku calon kepala sekolah yang
tertuang pada AKPK, dan kondisi nyata di SMP Negeri 2 Sukadana yang nampak
berdasarkan Evaluasi Diri Sekolah (EDS) adalah sebagai berikut ;
a.
Berdasarkan AKPK kemampuan manajerial saya masih rendah pada aspek
monitoring dan Evaluasi.
b.
Berdasarkan EDS bahwa guru-guru di SMP Negeri 2 Sukadana masih belum
memahami cara penyusunan Silabus dan RPP, karena kami dalam menyusun perangkat
Pembelajaran cenderung melakukan Copy-Paste dari sekolah lain.
1.1
Tujuan OJL
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka tujuan dari kegiatan OJL bagi calon kepala sekolah
adalah sebagai berikut ;
a.
Untuk meningkatkan nilai kompetensi diri sendiri berdasarkan (AKPK)
terutama pada kompetensi manajerial aspek monitoring dan evaluasi
b.
Untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan di sekolah,
terutama pada kualitas Silabus dan RPP
1.2
Hasil yang diharapkan
Hasil yang diharapan dari
kegiatan ini adalah sebagai berikut ;
a.
Saya memiliki pemahaman tentang kompetensi manajerial pada aspek Monitoring dan Evaluasi
melalui kajian-kajian teoritis baik dari buku mapun dari internet, serta
mendapat pengalaman tentang monev dari kepala sekolah tempat saya melaksanakan
OJL. Sehingga terjadi perubahan prilaku baik pada diri saya maupun lembaga
tempat kami melaksanakan kegiatan OJL berkaitan dengan kompetensi manajerial
aspek Monitoring dan Evaluasi.
b.
Guru-guru SMP Negeri 2 Sukadana memiliki kemampuan untuk menyusun Silabus
dan RPP sesuai peraturan mentri pendidikan nasional tentang standar
0 Comments:
Posting Komentar